Saturday, October 30, 2010

TEMBANG PENGUNGSI

tidurlah nak, barangkali sejenak bisa kau lupakan jasad bapak yang terkelupas. Selimuti tubuhmu dengan sarung mendiang, sempat kusaut tadi setelah raungan sirine menggegas kita turun ke barak.

bapakmu, tentu saja tak bermaksud menjemput maut. Ia hanya ingin menghela sapi kita yang masih tertambat—satu-satunya gantungan hidup selain bumi Merapi yang kita cintai ini. Ia tak hendak melupakan budi ternak kita, limpahan rizky tanah yang tertapak sepanjang hayat, segala berkat yang telah mereka anugerahkan tanpo kendhat.

oh, lelaplah anakku. Usah kau hiraukan orang-orang pintar yang sibuk mencerca bahwa para sedulur kita memang sengaja mendada ajal. Biarlah mereka jumawa dengan kerumitan pikiran mereka sendiri. Mungkin itu cara yang tersisa bagi para penghuni kota untuk merasa bahagia.

Anakku, tugas kita, bekti kita, hari ini sampai waktu yang tak bertepi nanti, adalah senantiasa menyediakan syukur dan keikhlasan tak terkira untuk setiap yang telah dipasrahkan Gusti-Allah sepanjang hari. Kita akan menghikmatinya seperti embah yang tak pernah cidra ing janji.

Dan sebelum benar-benar pulas, anakku, kubisikkan kepadamu: kita akan selalu menjadi warga lereng Merapi...

10/2010

Labels:

Tuesday, March 02, 2010

KARENA KAMI JIJIK KEPADAMU
(KepadaTuan-Puan Di Gedung Rakyat)

kata-kata tak lagi bersedia mewakili namamu
karena mereka jijik padamu

selarik senyum tak ikhlas lagi menghiasi mukamu
karena mereka jijik padamu

pada jas wangi dan perhiasan yang gemerincing
di seluruh tubuhmu, pada sepatu kulit dan
tas kerja mengkilap di jok mobil mewahmu,
pada pin yang membuatmu seolah mewakili kami
semua terbaca satu merek:
Jijik.

Jangan engkau dekat-dekat kepada kami
Jangan coba-coba tersenyum kepada anak-anak kami
Menjauhlah dari rumah-rumah sederhana kami,

Karena kami jijik kepadamu!

03/2010

Wednesday, February 17, 2010

SURAT TANTANGAN

kutulis puisiku
untuk engkau yang tak pernah disapa
engkau yang hanya diam terkesima
diantara gelak tawa para menak

kutautkan kata-kataku
kepada engkau yang dilirik sepi
engkau yang termangu sendiri
disela abab basa-basi kaum priayi

lalu kutinju mulut para pangeran atas angin itu
yang tak henti meruda-paksa kata-kata kita
yang memompa syahwat kedirian di ranjang pemujaan
hingga pecah di anak tekak mereka.

pada genangan darah yang mengamisi bumi
kutuliskan kata-kataku sendiri

untuk
mu.

02/10

Thursday, October 29, 2009

SAJAK PERLAWANAN KAUM CICAK

Kami tahu tanganmu mencengkeram gari
karena kalian adalah bandit sejati

Kami tahu saku kalian tak pernah kering
karena kalian sekumpulan para maling

Kami mahfum kalian memilih menjadi bebal
sebab melulu sadar pangkat kalian hanyalah sekadar begundal

Kami tahu kalian berusaha terlihat kuat menendang-nendang
demikianlah takdir para pecundang

Kami mengerti otak kalian seperti robot
meski demikian kalian sungguh-sungguh gemar berkomplot

Kami sangat terang kenapa kalian begitu menyedihkan
karena kalian memang hanyalah gerombolan budak
yang meringkuk jeri di mantel sendiri

Kami tahu kenapa kalian gemetar ketakutan
dan tanganmu menggapai-gapai sangsi ke udara

karena kalian tahu
Kami tidak takut kepadamu
Kami tidak takut kepadamu
dan akan melawan tak henti-henti

kami tahu
kalian gemetar,
Kami sangat tahu
kalian sungguh gemetar!

28/09

Sunday, August 23, 2009

SURAT SEORANG INDON

selamat pagi,
sudahkah kau minum teh hangatmu?
terasa maniskah?
atau sedikit pahit setelah kau baca
headline koran pagi ini?

indon! indon! indon!
dan empat polis berpesta
di atas tubuh indon saudaraku
yang menjadi sansak tinju

selamat pagi,
dan masih ingatkah engkau pada nirmala bonat
pada ceriyati, pada ribuan saudara indonku
yang melata di bawah sepatu malay-mu
seolah engkaulah yang menentukan
garis hidup mereka

bagaimana kini engkau begitu nyaman
duduk di kursi rotanmu, menghirup teh hangat,
berkuah-kuah kepanasan menyeruput
mi instan, hasil impor dari negeri serumpun
yang kau sebut indon seraya mengedipkan
sebelah matamu itu?

selamat pagi saudaraku,
terima kasih atas ekspor dua pria cerdik pandai
doktor azahari dan noordin m top, namanya
yang menyusup-nyusup dalam kelambu tidur kami
dan mencecerkan darah tubuh saudara indon-nya
di sekujur peta kehidupan kami.

terima kasih saudaraku
nikmati kebanggaanmu
tersenyumlah manis
karena kami pasti tak mampu membaca
seringai di benakmu:
ah, indon!

Agustus 2007

Sunday, September 14, 2008

J E R U S A L E M

kau tulis puisi sepanjang harihari yang legam
menjaga azan al-aqsa meniti menara-menara
dari Ramallah hingga Jericho
ayat-ayat mu datang dari masa silam
ketika puisi digurat dengan darah dan ranting zaitun
dan perlawanan di jalan-jalan kota tua itu,
tanah dan bendera hanyalah ufuk keyakinan, bisikmu
serupa batubatu yang senantiasa merawat harapan

2000

Wednesday, July 23, 2008

Berjalan-jalan Digandeng Ibu

jika berlari jalanan mendadak sepi, pohon dan tiang listrik
serimpung kaki, (mendengus diburu ingatan yang pecah dalam benak).
Ibu wanti-wanti, setiap pagi hanyalah milik sendiri, lepas sore
engkau milik alam sejati.

ketika matahari sempurnakan siang, ibu melangkah tanpa bayangan
(jejaknya samar di jalan berdebu), keringatnya menetes-neteskan pesan
ibu sembab tetapi bukan tangis—jika tangisan manakah sedu sedan-
nya?

disampingnya sekian alamat di-iqra-kan
tanda-tanda dipasrahkan ke udara
jika berlari pelataran tak lagi milik kediaman
Ibu menggarisnya di cakrawala
secepat diam.

2008